Laman

Sabtu, 18 November 2017

Antusiasme dan Komitmen Rasulullah Terhadap Kebenaran



Antusiasme dan Komitmen Rasulullah Terhadap Kebenaran

Thomas Carlyle mengatakan bahwa kelahiran Nabi Muhammad saw. memancarkan cahaya untuk menerangi kegelapan

Menurut Sir William “Tidak ada gerakan reformasi yang lebih sulit dan lebih kecil kemungkinannya untuk berhasil pada waktu kelahioran Muhammad. Namun kita tak pernah menyaksikan sebuah kesuksesan dan reformasi sesempurna yang ditinggalkan oleh muhammad ketika ia wafat.”

Senada dengan itu, leonard berpendapat, “kalau dibumi ini ada seorang yang mengenal tuhan dan mengikhlaskan diri kepadaNya, lalu menghabiskan semua kesempatan dan menggunakan seluruh potensinya untuk berbakti kepada-Nya dengan tujuan yang mulia dan pembelaan yang agung, tak diragukan lagi orang itu adalah muhammad.”

Jelasnya, Nabi Muhammad s.a.w., yang menurut pandangan kaum muslimin merupakan pamungkas para nabi dan rasul serta guru dari pahlawan, juga diakui sebagai reformer terbesar secara mutlak oleh para ilmuan penganut agama dan ideologi lain.

Segi ketokohannya membuat merinding bulu roma saya, juga bulu roma seluruh manusia, baik yang beriman maupun yang tidak beriman. Andai pun muhammad tidak dibekali fitrah untuk memikul risalah besar ini, beliau sudah pantas menjadi rasul.

“.....Allah lebih mengetahui dimana dia menempatkan tugas kerasulan...” (Q.s Al-An’am: 124)

Nabi Muhammad s.a.w telah diciptakan sebagai makhluk yang agung sebelum beliau menerima wahyu dan menjadi rasul. sejak kecil beliau tidak mau menyembah berhala-berhala yang dipertuhankan oleh nenek moyangnya dan menjadi sumber kebanggaan mereka diseluruh dataran Arab. sejak kecil pula beliau telah terkenal sebagai orang jujur dan setia, dicintai dan menarik hati kaumnya. mereka bahkan meberi gelar Al-Amin yang berarti orang yang terpercaya

Keutamaanya telah tampak sejak beliau masih kanak-kanak sehingga seorang wanita Quraisy kaya raya serta memiliki kedudukan dan keturunan terpandang tertarik untuk menikahinya, meskipun wanita itu mengetahui bahwa muhammad adalah orang yang sederhana.

Sebelum menjadi Rasul, Nabi Muhammad s.a.w sangat antipati terhadap kezhaliman dan penindasan terhadap kaum yang lemah. Karena itu, beliau bersemangat sekali untuk turut serta dalam hilful fudhul, yaitu janji setia dikalangan bangsa arab pada masa jahiliyah.

Mengeai hal ini, Nabi Muhammad s.a.w setelah menjadi rasul berkomentar “perjanjian dirumah Abdullah ibn Ju’dan lebih kusukai daripada unta yang bagus. Seandainya dalam islam ini aku diundang untuk keperluan serupa, niscaya akan kupenuhi.”

Nabi Muhammad s.a.w dilahirkan dengan akhlak dan kepribadian yang sempurna. Beliau tidak membiarkan dirinya didominasi oleh kondisi lingkungan, bahkan antusiasme untuk mencari kebenaran dan komitmen terhadapnya merupakan sikap beliau yang paling menonjol.

Lihatlah, beliau dilahirkan ditengah-tengah lingkungan keluarga yang berkuasa turun temurun; mulai dari Hasyim, Abdu Manaf, dan Qushaiy. Semua budak tunduk pada Qushaiy, dan dialah yang mengendalikan kekuasaan dimekah. Kaumnya (kaum Quraiys) memiliki hak prerogatif untuk mengendalikan agama bangsa arab, melindungi berhala-berhala, mengurus ka’bah, menyediakan air dan minum untuk para penziarah, dan berbagai kedudukan terpandang lainnya di seluruh negeri.

Namun apakah keturunan dan kedudukan yang demikian itu menghalangi beliau dalam mencari kebenaran dan memegang teguh kebenaran itu? tentu tidak. beliau tidak menghiraukan dan tak pernah memimpikan kedudukan nenek moyangnya, bahkan menyerukan untuk merobohkan tatanan keagamaan dan kekuasaan yang dibagnga-banggakan oleh keluarganya itu.

lihat pula beliau diantara anak cucu Abdu Manaf, Bani Hasyim dan Muthalib. beliau mendapatkan pemeliharaan yang belum pernah didapatkan oleh seorangpun dalam keluarga itu semasa kanak-kanaknya. beliaulah satu-satunya anak yang pernah duduk dihamparan kakenya pemuka kaumnya itu.

suatu ketika sebuah hamparan dibentangkan untuk Abdul Muthalib dibawah bayng-bayang ka'bah. anak cucu abdul muthalib duduk disekitar hamparan tersebut, menunggu sampai orang tua itu keluar. tak seorang pun berani duduk diatas hamparan karena terhalang oleh rasa hormatnya kepada orang tua itu. kemudian datanglah m,uhammad kecil. dia langsung duduk begitu saja diatas hamparan kakeknya. tentu saja paman-pamanya langsung menariknya supaya mundur, tetapi Abdul Muthalib mencegahnya, "biarkanlah nakku itu. demi Allah, dia mempunyai kedudukan tersendiri." bahkan Abdul Muthalib mendudukkan Muhammad kecil disampingnya.

dilain kesempatan, ketika sang paman, abu thalib bersiap-siap perdagang ke syam, tiba-tiba Muhammad kecil memeluknya erat-erat karena ingin ikut serta. Abu Thalib merasa iba, akhirnya berkata, "demi Allah, aku akan pergi bersamanya dan tak akan kupisahkan lagi dia selama-lamanya dariku."

perlakuan baik dari kakek dan paman yang memeliharanya sejak kecil ini sudah sangat layak kalau membuat muhammad mengikuti agama yang dipeluk keduanya. namun jiwa beliau tidak punya kecenderungan kepada hal-hal yang tidak benar. maka ketika ia telah menemukan kebenaran (islam), Muhammad berpegang teguh kepada kebenran itu, meskipun harus berhadapan dengan keluargna yang telah memeliharanya dengan baik.
Nah, adakah contoh pencarian kebenaran yang lebih mulia daripada yang dilakukan oleh Muhammad ini?

Kaum Quraisy menugaskan beberapa tokohnya untuk mengancam Abu Thalib dan memintanya agar mencegah kemenakannya melajutkan misi dakwahnya. Kalau tidak, mereka akan menantangnya berduel sampai titik darah penghabisan. hal ini dirasa sangat berat bagi Abu Thalib. dia takut pembesar Quraisy dan kaumnya benar-benar akan bertindak brutal terhadapnya. maka diapun mendatangi Muhammad seraya berkata, "kaumku telah mengancamku. oleh sebab itu, engkau kuminta menghentikan kegiatanmu (misi dakwah). janganlah kau bebani aku dengan sesuatu yang tak mampu kupikul"

Nabi Muhammad s.a.w menjawab, "Duhai pamanku, demi Allah, seandainya mereka meletakkan matahari ditangan kananku dan rembulan ditangn kiriku agar aku meninggalkan tugas ini, sungguh aku tidak akan meninggalkannya sampai Allah mebuktikan kemenanganku atau aku harus binasa karenanya."

setelah berkata demikian, Muhammad lalu beranjak pergi sambil berurai air mata. Abu Thalib tersentak. dipanggilnya kemenakan kesayangannya itu, "kemarilah anak saudaraku! pergi dan katakanlah apa saja yang kau sukai. Demi Allah, aku tidak akan menyerahkanmu kepada siapapun!"

seandainya kebenaran yang diikuti oleh muhammad itu belum begitu mendominasi hatinya, pastilah kesetiaan dari sang paman sudah cukup menghentikannya dari tugas dan misinya. atau setidaknya beliau mau menerima perdamaian yang disodorkan kaumnya agar dapat melapangkan kehidupan paman dan keluarganya.

Namun dengan melihat kenyataan seperti itu, adakah komitmen dan keteguhan terhadap akidah yang melebihi komitmen Rasulullah s.a.w ini? dan adakah ujian keimanan yang melebihi ujian beliau ini?
sumber: Abdurrahman Azzam The Greatest Leader

Tidak ada komentar: