Laman

Kamis, 04 Februari 2016

menuai pahala dalam setiap amal



sahabat-sahabat pembaca yang saya banggakan, lama nih saya gak nyoret-nyoret di dinding beranda. karena ada sedikit kesibukan, alhamdulillah dalam rutinitas saya yang sekarang bisa dibilang sedikit sibuk, atas izin Allah saya dapat menulis kembali. kali ini saya akan membahas tentang IHTISAB.
yuk sama-sama kita simak. . .!!!!
  kalau bisa langsung di praktek ya.. 

selamaaaaaaat membaca. . .

Dalam setiap rutinitas yang kita lakukan setiap harinya kita masing-masing  memiliki kegiatan yang berbeda-beda. Namun dalam perbedaan tersebut kita sama-sama memiliki kesempatan dari setiap kegiatan kita untuk mendapat pahala dan dinilai ibadah disisi Allah. Yakni dengan menerapkan konsep IHTISAB.

Apa itu IHTISAB. .. . . .????

Menurut Ibnu Al-Atsir IHTISAB (mencari pahala) saat melakukan amal-amal shalih dan saat menghadapi berbagai cobaan adalah inisiatif untuk mencari pahala dan menggapainya dengan cara berserah diri dan sabar, atau dengan menggunakan berbagai macam kebajikan menurut cara yang telah digambarkan demi menjadi pahala yang diharapkan darinya (An-Nihaayah, Ibnu Al- Atsir, jld. 1, hlm. 382)

Sesungguhnya ihtisab merupakan amalan hati, tidak ada tempat baginya di lisan. Karena nabi SAW telah memberitahu kita bahwa niat itu tempatnya di hati. Ketika kita mencari pahala dari Allah, maka itu berarti kita memintanya kepada Allah, sementara tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi Allah.
“katakanlah, jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui”. (QS. Ali Imran [3] 29)
Setiap amal harus ada niatnya. Amal duniawi jika kita niatkan untuk Allah maka akan dinilai ibadah disisi-Nya, begitu juga dengan amal akhirat jika kita niat kan karena Allah maka kita akan mendapat sesuai dengan apa yangan kita niatkan.

“barang siapa yang hijrah karena Allah dan Rasulnya maka hijrahnya itu untuk Allah dan Rasulnya, dan barang siapa yang hijrah karena kemegahan dunia atau karena wanita yang akan ia nikahi maka hijrahnya itu untuk apa yang ia niatkan” (H.R Bukhari dan Muslim)
Dengan demikian niat itu sangat penting. Niat itu berbeda-beda dan tingkatannya memiliki beberapa tahapan antara satu orang dengan lainnya. Seperti jarak antara langit dan bumi.
Apabila kita berniat untuk Allah dan negeri akhirat saat mengerjakan amal, maka kita akan memperolehnya. Dan apabila kita meniatkan sesuatu untuk duniawi, maka terkadang kita memperolehnya dan terkadang tidak.

“barang siapa mnghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka kami segerakan baginya didunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki” (Qs. Al-isra’ [17]: 18)
Allah tidak berfirman, kami segerakan baginya apa yang diinginkannya, melaikan “apa yang kami kehendaki”. Juga berfirman “bagi orang yang kami kehendaki”, bukan untuk setiap orang. Jadi, apa yang disegerakan dan siapa yang yang segera diberi itu dibatasi. Semuanya atas kehendak Allah.

Jadi, di antara manusia ada yang diberi apa yang diinginkannya dari dunia, ada yang diberi sedikit darinya, dan ada yang tidak diberi apa-apa. Inilah makna firman Allah, “apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki.” 

Sementara itu, amal yang diniatkan untuk mencari ridho Allah dan negeri akhirat itu pasti membuahkan hasil (syarh Riyaadh Ash- Shaalihiin, ibnu ‘Utsaimin, jld. I hlm. 13)

“dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha kearah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik”. (Qs. Al-Israa’ [17]: 19)

 terima kasih sudah mampir, untuk bersilaturrahmi silahkan hubungi lewat email apri_susandra@yahoo.co.id atau mampir di account facebook

Tidak ada komentar: